Pertemuan dengan seorang laki-laki baru yang ku
kenal lewat media sosial berakhir pada kenyataan pahit bahwa aku sekarang di
tinggalkan, dengan sedikit derai airmata. Aku mencoba mengingat. Kala itu..
Namaku Naomi Wicaksono. Gadis muda berparas cukup
cantik dengan kulit kuning langsat, hidung mancung dan rambut panjang sebahu.
Dengan ciri khas sebuah syal berwarna putih kebiruan yang selalu aku kenakan.
Aku adalah wanita yang aktif berorganisasi dan mempunyai hobi traveling. Meski
baru berusia 18 tahun, aku sudah mengelilingi 3 palau yang ada di Indonesia
dengan total 15 Provinsi. Saat ini aku duduk di bangku SMA dan sudah kels 12.
Kiki, dan caca adalah teman seperjuangan yang membuat diriku mendapat
gelar EMAK. Yaa.. menjadi Emak mereka, tingkah Caca yang kadang lemot dan gak
nyambung ketika diajak ngobrol dan Kiki yang liar kalo ketemu cewek. Dan aku
wanita absurd (begitu kata mereka) yang pintar di pelajaran sekolah namun tidak
pandai dalam cinta.
Alasan kenapa mereka memberikan gelar absurd
karena aku yang sampai sekarang belum pernah jatuh cinta terhadap pria manapun.
Untuk urusan yang satu ini, aku punya alasan tersendiri. Pertama, definisi
nyaman yang belum aku dapatkan dari pria-pria yang mencoba mendekat. Kedua, aku
sendiri masih belum yakin dengan cinta mereka. Dan yang ketiga, Cinta yang aku
inginkan belum aku temukan. Hingga gelar cewek PHP menambah sederetan gelar
yang aku terima.
Ketika membuka akun media sosial Facebook, aku
langsung melihat inbox yang masuk. Karena ingin melihat history chat Caca.
Ketika sedang scroll kebawah, aku melihat nama yang asing, nama yang tak ku
kenal. Mengirim chat singkat Hai pada 16 November, 2 bulan yang lalu. Iseng
kucoba balas, dan ia langsung membalasnya cepat. Untuk pertama kalinya aku
meresepon sebuah chat dari seorang laki-laki yang baru ku kenal. Ku coba
melihat profil fb-nya dan mengintip album foto yang ia upload.
Namanya Andi, dengan nama lengkap Andi Bramantyo.
Dia adalah laki-laki yang bekerja sebagai IT Service di salah satu perusahaan
terkemuka di Jakarta. Dan hanya berjarak 2 tahun di atasku.
Kami yang sama-sama nyambung ketika chat, dan
ternyata mempunyai kesukaan yang sama. membuat kami semakin dekat. Setelah
beberapa bulan, aku memutuskan untuk menerima cintanya. Yaa.. kami akhirnya
berpacaran. Pacaran jarak jauh yang hanya bermodalkan handphone dan kuota.
Hahaha, lucunya.
Setelah menjalani masa pacaran selama 2 tahun,
dia akhirnya menemuiku di Bengkulu. Saat itu aku yang sedang berulang tahun
ke-21 mendapat kejutan dengan kedatangannya. Dia yang datang dengan bunga mawar
berwarna putih kebiruan dan sebuah kue berbentuk doraemon dengan lilin berangka
21, sontak membuatku langsung memeluknya. Dia, Andi Bramantyo. Laki-laki yang
menemani hari-hariku lewat media sosial. Kami yang berkomitmen untuk tidak
memberitahukan hubungan ini kepada siapapun. Akhirnya, memposting sebuah foto
yang menggambarkan kebahagian kami berdua.
Ketika libur semester yang bertepatan dengan
anniversary pacaran kami yang ke-3. Aku memutuskan untuk berlibur ke Depok. Selama
1 minggu disana, setiap malam sepulang ia bekerja kami pergi berdua menikmati
suasana malam ibukota. Aku yang kebetulan menginap di rumah milik keluarga
Andi, semakin mempermudah ia untuk menemuiku. Di akhir pekan, Andi mengajakku
berlibur ke Bandung untuk menghadiri acara pernikahan sekaligus mengajakku
mengunjungi objek wisata disana. Ia mengatakan ini adalah caranya meminta maaf
karena membiarkanku sendirian menunggunya pulang kerja. Kami pergi berempat
bersama Nita dan Fakchri teman sekantor Andi.
Setelah menghadiri acara pernikahan, kami
berencana pergi ke Gunung Tangkuban Perahu yang berada di wilayah Lembang. Dan
berjarak 30 km dari hotel yang kami tempati. Pukul 12 siang kami bergegas
pergi, ditambah 2 orang teman Andi yang kembar, Susan dan Susi. Ditengah
perjalanan, telpon Andi berdering. Suara yang berat dan sedikit sesugukan
terdengar dari jauh. Moni, adik Andi menelpon dan mengabarkan bahwa ibunya
sedang di rawat di rumah sakit karena serangan jantung.
Kami memutuskan untuk langsung kembali ke Depok.
Aku dan teman-teman yang lain berusaha menenangkan Andi yang sejak tadi
gelisah. Setelah mengantar pulang Susan dan Susi serta mengambil barang-barang
di hotel, kami pulang ke Depok. Selama perjalanan, Andi tidak melepaskan
genggaman tanganku. Malah semakin erat dan kadang aku merintih sakit karena
genggamannya terlalu kuat. Aku melihat sosok yang lain dari Andi, sosok yang
tidak pernah kulihat. Ia mengkhwatirkan ibunya, calon mertuaku. Itu yang
membuatku semakin mencintainya.
Menjelang isya, kami tiba di rumah sakit tempat
ibu Andi di rawat. Syukurlah, keadaan ibu tidak apa-apa namun harus di rawat
selama beberapa hari agar keadaan ibu membaik. Andi yang bekerja dan Moni yang
kuliah sedikit kerepotan menjaga ibu di rumah sakit, apalagi ayah Andi yang
tidak bisa pulang menjenguk. Aku memilih untuk mengundur kepulanganku ke
Bengkulu dan merawat ibu menggantikan mereka. Kami bertiga bergantian menjaga
ibu. Setelah 3 hari di rawat, keadaan ibu membaik dan di perbolehkan untuk
pulang ke rumah.
Komentar
Posting Komentar